Jika anda mempunyai uang 10 juta sepuluh tahun yang lalu, akan anda gunakan untuk investasi di sektor apa?
Pernah terlintas pikiran semacam itu? Jika ya, berarti anda memiliki kesamaan dengan kangdab. Pikiran semacam ini pernah melintas di kepala kangdab ketika memikirkan kenapa harga2 barang selalu naik dan semakin hari uang semakin kehilangan harganya.
Kehilangan harga? Ya. Waktu kangdab SD, kangdab pernah di kasih uang jajan oleh ibu sebesar 100 rupiah untuk 1 hari. Uang tersebut sudah cukup untuk membeli 2 buah es lilin dan camilan untuk rekreasi lambung saat istirahat jam 9 pagi di sekolah. Sehingga ketika nanti jam 1 pulang tidak lapar walau cuma jalan kaki. Rp 100 di saat itu selain bisa digunakan untuk ongkos bus juga bisa digunakan untuk membeli segelas es cendol nikmat di pusat kota jogja. Rp 100 juga bisa digunakan untuk ongkos parkir yang cuma Rp 50 waktu itu. Jadi Rp 100 masih dapat kembalian Rp 50.
Namun coba lihat sekarang. Rp 100 rupiah sepertinya merupakan pecahan terkecil yang jamak kita jumpai. Kalaupun ada yang punya pecahan Rp50, mungkin jumlahnya 1 diantara 100 orang. Rp 100 tidak bisa digunakan untuk membeli segelas es cendol Nikmat. Dan kalau kita nekat memberikan kepada tukang parkir sebagai ongkos, bisa-bisa kita di pisuh-pisuhi kalau tidak ditertawakan. Ongkos parkir sekarang minimlah Rp 500 di Jogja. Bahkan di tempat2 yang ramai seperti di Malioboro, kita tetap di todong Rp 1000 walau di karcis tertera besar angka Rp 500.
Penurunan "harga" uang secamam ini disebut sebagai inflasi. Dan sepertinya dari dulu sampai sekarang inflasi tidak bisa dicegah, hanya bisa di perkecil. Itu artinya menyimpan uang dalam bentuk "uang" adalah tindakan yang kurang cerdas. Tapi ini bukan berarti bahwa kita tidak memerlukan uang kertas (dan logam) sama sekali. Kita tetap membutuhkan uang semacam ini dalam jumlah tertentu untuk kelancaran hidup kita.
Tadi anda bilang kurang cerdas menyimpan uang dalam bentuk uang kertas? Kenapa?
Karena tiap tahun nilai uang semakin terkikis. Coba kita bayangkan, jika 10 atau 20 tahun lalu 10juta rupiah bisa kita gunakan untuk membeli 400ribu batang es lilin (harga es lilin Rp25/batang) maka sekarang cuma bisa digunakan untuk membeli 50ribu batang es lilin (harga es lilin sekarang Rp 200/batang).
Saya tidak suka es lilin, apalagi jumlahnya sampai ribuan begitu.
Itu cuma pengandaian (bukan pegadaian) saja. Es lilin bisa digantin dengan barang yang lainnya. Yang jelas, semakin lama, kita cenderung mendapatkan barang yang semakin sedikit dengan jumlah uang yang sama.
Lalu sebaiknya bagaimana untuk mengamankan uang saya?
Jawabannya adalah investasikan uang anda. Ada 3 jenis investasi yang umum di masyarakat yaitu investasi emas, investasi properti (tanah dan bangunan), dan investasi dalam bentuk tabungan / deposito syariah.
1. Investasi Emas
Emas adalah logam yang sangat unik. Tidak berkarat dan tidak bereaksi dengan logam lainnya. Tak heran jika dinamakan sebagai logam mulia. Bahkan di jaman dahulu, orang menggunakan logam ini sebagai alat tukar yang cukup efektif. Di jaman Nabi Muhammad SAW, 1 dinar emas dapat digunakan untuk membeli 1 ekor kambing. 1 dinar emas adalah 4,25 gram emas 22karat yang jika di nilai dengan uang saat artikel ini ditulis sekitar Rp 1,4juta. Saat ini, Rp 1,4 juta dapat digunakan untuk membeli seekor kambing yang bagus.
Jika kita perhatikan, dalam kurun lebih dari 13 abad nilai emas senantiasa stabil. Ini menjadikan emas sebagai salah satu pilihan investasi dan proteksi nilai yang bagus.
Di geraidinar.com kangdab melihat fluktuasi emas yang cukup bagus. Meski setiap minggu dan setiap bulan harga emas mengalami fluktuasi alias naik turun, namun dalam scope yang lebih luas, misalnya 1 tahun atau 10 tahun, harga emas selalu mengalami kenaikan. Dalam kurun waktu 1 tahun (saat artikel ini ditulis) harga emas mengalami kenaikan sekitar 37%. Dan dalam waktu 10tahun harga emas mengalami kenaikan sebesar 362%. Ini berarti jika 1 tahun yang lalu anda membeli emas dengan nilai RP 10 juta, maka kenaikan harga emas anda adalah 3,7juta. Dan jika 10 tahun lalu anda membeli emas dengan nilai 10 juta, maka kenaikan harga emas anda sekitar 36,2juta. Hmmm fantastik.
2. Investasi properti
20 tahun yang lalu kakek kangdab membeli sepetak tanah di dekat sungai di yogyakarta. Waktu itu harganya Rp 2juta. Meski lokasinya kurang begitu strategis, saat ini harga tanah tersebut menjadi sekitar Rp 20juta.
Itu berarti rata-rata nilai tanah tersebut naik sekitar 50%/tahun. Dengan asumsi ini, jika 10 tahun lalu kita membeli tanah dengan harga 10juta, maka kenaikan harga tanah yang kita beli tersebut saat ini adalah 50% * 10juta * 10tahun = naik 50 juta. Wow...
Tapi tunggu dulu. Itu hanya asumsi dengan hitungan kasar. Saya tidak menyarankan anda terlalu "terpedaya" dengan hitungan-hitungan kasar tersebut. Karena investasi -apapun bentuknya- mempunyai faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi prospeknya.
Hanya saja, bahwa nilai properti memiliki kecenderungan untuk selalu naik, sudah jamak diketahui. Sehingga hitung-hitungan diatas akan lebih cocok jika kita gunakan sebagai wacana berinvestasi pada sektor ini. Apalagi yang namanya investasi dalam bentuk tanah mempunyai beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh investasi lainnya. Misalnya tidak memerlukan perawatan khusus, dan juga kita bisa mendapatkan hasil selama berinvestasi. Ambil contoh ketika kita membeli sepetak tanah dan kita tanami pohon mangga. Selama proses investasi, kita bisa memetik hasilnya berupa buah mangga. Atau bisa juga kita sewakan selama beberapa tahun. Dan setelah sewa berakhir kita bisa menjual dengan prospek harga yang lebih tinggi ketika kita membeli.
3. Investasi deposito
Investasi model deposito memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangannya adalah, deposito adalah investasi yang masih berbentuk "uang". Sehingga ketika uang mengalami penurunan nilai atau harga, maka deposito yang kita setorkan sebenarnya juga tergerogoti.
Investasi model ini cukup menarik karena kita bisa merasakan hasilnya secara cepat. Bahkan dalam 1 bulan deposito kita bisa merasakan hasilnya berupa uang yang siap kita belanjakan. Namun kita harus berhati-hati, karena sebagian besar deposito larinya ke praktek riba. Pesan kangdab pilih deposito yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti di muamalat.
Kangdab pernah meneliti keuntungan investasi di deposito muamalat. Dengan uang 10 juta, dalam waktu 1 bulan, kangdab bisa mendapatkan bagi hasil sekitar 50ribu. Itu artinya dalam waktu 10 tahun, nilai uang kangdab bertambah 10 tahun * 12 bulan/tahun * Rp 50ribu/bulan = naik Rp 6 juta. Tentu saja ini juga hitung2an kasar. Karena sistem bagi hasil tidak mengenal kata "pasti anda dapat segini". Jadi bisa lebih bisa kurang.
Nah kembali ke pertanyaan semula, jika anda memiliki uang 10 juta saat ini, akan anda investasikan di sektor apa?
Pernah terlintas pikiran semacam itu? Jika ya, berarti anda memiliki kesamaan dengan kangdab. Pikiran semacam ini pernah melintas di kepala kangdab ketika memikirkan kenapa harga2 barang selalu naik dan semakin hari uang semakin kehilangan harganya.
Kehilangan harga? Ya. Waktu kangdab SD, kangdab pernah di kasih uang jajan oleh ibu sebesar 100 rupiah untuk 1 hari. Uang tersebut sudah cukup untuk membeli 2 buah es lilin dan camilan untuk rekreasi lambung saat istirahat jam 9 pagi di sekolah. Sehingga ketika nanti jam 1 pulang tidak lapar walau cuma jalan kaki. Rp 100 di saat itu selain bisa digunakan untuk ongkos bus juga bisa digunakan untuk membeli segelas es cendol nikmat di pusat kota jogja. Rp 100 juga bisa digunakan untuk ongkos parkir yang cuma Rp 50 waktu itu. Jadi Rp 100 masih dapat kembalian Rp 50.
Namun coba lihat sekarang. Rp 100 rupiah sepertinya merupakan pecahan terkecil yang jamak kita jumpai. Kalaupun ada yang punya pecahan Rp50, mungkin jumlahnya 1 diantara 100 orang. Rp 100 tidak bisa digunakan untuk membeli segelas es cendol Nikmat. Dan kalau kita nekat memberikan kepada tukang parkir sebagai ongkos, bisa-bisa kita di pisuh-pisuhi kalau tidak ditertawakan. Ongkos parkir sekarang minimlah Rp 500 di Jogja. Bahkan di tempat2 yang ramai seperti di Malioboro, kita tetap di todong Rp 1000 walau di karcis tertera besar angka Rp 500.
Penurunan "harga" uang secamam ini disebut sebagai inflasi. Dan sepertinya dari dulu sampai sekarang inflasi tidak bisa dicegah, hanya bisa di perkecil. Itu artinya menyimpan uang dalam bentuk "uang" adalah tindakan yang kurang cerdas. Tapi ini bukan berarti bahwa kita tidak memerlukan uang kertas (dan logam) sama sekali. Kita tetap membutuhkan uang semacam ini dalam jumlah tertentu untuk kelancaran hidup kita.
Tadi anda bilang kurang cerdas menyimpan uang dalam bentuk uang kertas? Kenapa?
Karena tiap tahun nilai uang semakin terkikis. Coba kita bayangkan, jika 10 atau 20 tahun lalu 10juta rupiah bisa kita gunakan untuk membeli 400ribu batang es lilin (harga es lilin Rp25/batang) maka sekarang cuma bisa digunakan untuk membeli 50ribu batang es lilin (harga es lilin sekarang Rp 200/batang).
Saya tidak suka es lilin, apalagi jumlahnya sampai ribuan begitu.
Itu cuma pengandaian (bukan pegadaian) saja. Es lilin bisa digantin dengan barang yang lainnya. Yang jelas, semakin lama, kita cenderung mendapatkan barang yang semakin sedikit dengan jumlah uang yang sama.
Lalu sebaiknya bagaimana untuk mengamankan uang saya?
Jawabannya adalah investasikan uang anda. Ada 3 jenis investasi yang umum di masyarakat yaitu investasi emas, investasi properti (tanah dan bangunan), dan investasi dalam bentuk tabungan / deposito syariah.
1. Investasi Emas
Emas adalah logam yang sangat unik. Tidak berkarat dan tidak bereaksi dengan logam lainnya. Tak heran jika dinamakan sebagai logam mulia. Bahkan di jaman dahulu, orang menggunakan logam ini sebagai alat tukar yang cukup efektif. Di jaman Nabi Muhammad SAW, 1 dinar emas dapat digunakan untuk membeli 1 ekor kambing. 1 dinar emas adalah 4,25 gram emas 22karat yang jika di nilai dengan uang saat artikel ini ditulis sekitar Rp 1,4juta. Saat ini, Rp 1,4 juta dapat digunakan untuk membeli seekor kambing yang bagus.
Jika kita perhatikan, dalam kurun lebih dari 13 abad nilai emas senantiasa stabil. Ini menjadikan emas sebagai salah satu pilihan investasi dan proteksi nilai yang bagus.
Di geraidinar.com kangdab melihat fluktuasi emas yang cukup bagus. Meski setiap minggu dan setiap bulan harga emas mengalami fluktuasi alias naik turun, namun dalam scope yang lebih luas, misalnya 1 tahun atau 10 tahun, harga emas selalu mengalami kenaikan. Dalam kurun waktu 1 tahun (saat artikel ini ditulis) harga emas mengalami kenaikan sekitar 37%. Dan dalam waktu 10tahun harga emas mengalami kenaikan sebesar 362%. Ini berarti jika 1 tahun yang lalu anda membeli emas dengan nilai RP 10 juta, maka kenaikan harga emas anda adalah 3,7juta. Dan jika 10 tahun lalu anda membeli emas dengan nilai 10 juta, maka kenaikan harga emas anda sekitar 36,2juta. Hmmm fantastik.
2. Investasi properti
20 tahun yang lalu kakek kangdab membeli sepetak tanah di dekat sungai di yogyakarta. Waktu itu harganya Rp 2juta. Meski lokasinya kurang begitu strategis, saat ini harga tanah tersebut menjadi sekitar Rp 20juta.
Itu berarti rata-rata nilai tanah tersebut naik sekitar 50%/tahun. Dengan asumsi ini, jika 10 tahun lalu kita membeli tanah dengan harga 10juta, maka kenaikan harga tanah yang kita beli tersebut saat ini adalah 50% * 10juta * 10tahun = naik 50 juta. Wow...
Tapi tunggu dulu. Itu hanya asumsi dengan hitungan kasar. Saya tidak menyarankan anda terlalu "terpedaya" dengan hitungan-hitungan kasar tersebut. Karena investasi -apapun bentuknya- mempunyai faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi prospeknya.
Hanya saja, bahwa nilai properti memiliki kecenderungan untuk selalu naik, sudah jamak diketahui. Sehingga hitung-hitungan diatas akan lebih cocok jika kita gunakan sebagai wacana berinvestasi pada sektor ini. Apalagi yang namanya investasi dalam bentuk tanah mempunyai beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh investasi lainnya. Misalnya tidak memerlukan perawatan khusus, dan juga kita bisa mendapatkan hasil selama berinvestasi. Ambil contoh ketika kita membeli sepetak tanah dan kita tanami pohon mangga. Selama proses investasi, kita bisa memetik hasilnya berupa buah mangga. Atau bisa juga kita sewakan selama beberapa tahun. Dan setelah sewa berakhir kita bisa menjual dengan prospek harga yang lebih tinggi ketika kita membeli.
3. Investasi deposito
Investasi model deposito memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangannya adalah, deposito adalah investasi yang masih berbentuk "uang". Sehingga ketika uang mengalami penurunan nilai atau harga, maka deposito yang kita setorkan sebenarnya juga tergerogoti.
Investasi model ini cukup menarik karena kita bisa merasakan hasilnya secara cepat. Bahkan dalam 1 bulan deposito kita bisa merasakan hasilnya berupa uang yang siap kita belanjakan. Namun kita harus berhati-hati, karena sebagian besar deposito larinya ke praktek riba. Pesan kangdab pilih deposito yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti di muamalat.
Kangdab pernah meneliti keuntungan investasi di deposito muamalat. Dengan uang 10 juta, dalam waktu 1 bulan, kangdab bisa mendapatkan bagi hasil sekitar 50ribu. Itu artinya dalam waktu 10 tahun, nilai uang kangdab bertambah 10 tahun * 12 bulan/tahun * Rp 50ribu/bulan = naik Rp 6 juta. Tentu saja ini juga hitung2an kasar. Karena sistem bagi hasil tidak mengenal kata "pasti anda dapat segini". Jadi bisa lebih bisa kurang.
Nah kembali ke pertanyaan semula, jika anda memiliki uang 10 juta saat ini, akan anda investasikan di sektor apa?
2 komentar:
kalo tanya anak SMA yang suka nulis-nulis, uang 10 juta itu diinvestasikan buat beli kamputer/laptop, terus ikut lomba karya tulis, dalam 1 bulan sudah bisa dapat 2 juta... hayo!!!
tapi tentu bukan cuma investasi 10 juta itu saja, butuh tambahan pemikiran dan waktu. hehehe :p
No offense, tapi menurut kangdab itu "usaha", Nim (kata ganti untuk 'Mas Anonim' di catatankecilashadi) bukan "investasi".
Mirip dengan 10juta dibelikan motor, kemudian dipakai buat ngojek.
Posting Komentar